Minggu, 13 Maret 2011

Warga yang Cinta Produk Dalam Negeri

Salah satu kiat sukses China menjadi tuan rumah even olahraga akbar Asian Games dan Olympiade, yakni bangga dengan produk dalam negeri. Pemerintah dan masyarakat sangat aktif memperkenalkan produk kebanggaan mereka pada turis asing, mulai dari jamu, batu akik hingga sutera. Selama kunjungan di China pekan lalu, saya juga “diwajibkan” mengunjungi pabrik-pabrik ternama di Negeri Tirai Bambu tersebut
Hari pertama menapakkan kaki di Negeri Tirai Bambu, tepatnya di Shanghai, saya dan rombongan sudah dibawa lokal guide, Johan, menuju pabrik pemintalan dan produksi kain sutra. Di pabrik ini, terlihat jelas kebanggaan bangsa China terhadap asset lokal yang kini sudah mendunia, yakni kain sutra.
Kepada rombongan, juru bicara pabrik, menjelaskan rute-rute perdagangan sutera zaman silam yang melegenda yakni Silk Road (jalur sutera). Selain itu, juga dijelaskan secara detail mengenai produksi kain sutera, mulai dari proses pemintalan kepompong ulat sutera hingga menjadi kain sutera yang bermutu tinggi.


Selain menyaksikan bagaimana produksi kain sutera secara langsung, kami juga diajarkan bagaimana cara memilih kain sutera yang baik dan bermutu tinggi. “Produksi kami selain bermutu tinggi juga higienis, karena tidak menyebabkan iritasi pada kulit pemakainya, ’’ ujar karyawan pabrik sutera tersebut.
Hal serupa juga saya alami saat menjejakkan kaki di Beijing. Selama 3 hari, praktis tour guide, Fung-fung, membawa kami ke sejumlah pabrik dengan produk unggulan yang sudah mendunia. Mulai dari pabrik obat-obatan, batu akik, teh, hingga jamu. “Semua pabrik tersebut milik negara. Memang 70 persen industri besar di China dimiliki negara. Ada juga yang dimiliki swasta, tapi tidak banyak. Kami diwajibkan untuk membawa turis asing ke pabrik-pabrik itu agar bisa memperkenalkan produk kami ke manca negara,’’ jelas Fung-fung yang mengaku pernah 3 tahun bekerja sebagai guru Bahasa Inggris di salah satu sekolah internasional di Jakarta.
Kata “wajib” yang disebut Fung-fung, benar-benar dijalankan. Tidak satupun pabrik yang ada dalam jadwal tour di Beijing, yang luput dari kunjungan saya dan rombongan. “Tidak membeli obat atau batu akik tidak masalah. Yang penting, kami sudah membawa turis ke pabrik-pabrik itu dan memperkenalkan produksi China yang sudah mendunia,’’ ungkap Fung-fung. Bahkan lokal guide ini “berjuang mati-matian”, agar jadwal kunjungan ke pabrik-pabrik itu tidak batal. “Soalnya ini diwajibkan pemerintah,’’ ungkap Fung-fung.
Dukungan pemerintah dan masyarakat terhadap cinta produk dalam negeri, dibenarkan Otong, penerjemah asli Sunda yang sengaja dikontrak pemerintah China khusus untuk mendampingi turis Melayu, baik Indonesia, Malaysia hingga Singapura. “Saya sudah beberapa tahun bekerja di pabrik obat di China sebagai penerjemah. Kami dengan beberapa orang Indonesia, dikontrak khusus mendampingi turis Melayu,’’ ujar Otong dengan logat Sundanya yang amat kental.



Dengan pendekatan “Indonesia”, Otong mendampingi kami mencoba pengobatan khas China. Mulai dari merendam kaki dengan cairan khusus, hingga deteksi kesehatan oleh para profesor China. Semuanya dilakukan dengan telaten, hingga menyebabkan Palembang Pos dan rombongan akhirnya dengan rela melepas beberapa ratus, atau bahkan beberapa ribu Yuan, hanya untuk membeli obat gosok hingga obat rendam kaki.
“Tidak rugi membeli obat disini. Karena produk di pabrik kami sudah terkenal hingga manca negara,’’ bujuk Otong. Dari kunjungan ke beberapa pabrik terkenal di China, pelajaran berharga yang dapat dipetik yakni betapa gigihnya bangsa China memperkenalkan produksi dalam negerinya ke manca negara. Saking gigihnya memasarkan produk China, pemerintah disini juga mewajibkan pabrik-pabrik mengontrak penerjemah khusus, atau paling tidak mendidik karyawannya untuk memahami bahasa asing.
Seperti yang saya lihat di pabrik teh yang ada di pusat kota Beijing. Di pabrik ini memang tidak ada penerjemah khusus untuk turis Indonesia, seperti di pabrik obat. Tapi beberapa karyawannya bisa disebut fasih dalam berbahasa Indonesia. Padahal, mereka baru beberapa bulan belajar Bahasa Indonesia. Kepada saya, salah seorang karyawan, Lian, mengaku belajar Bahasa Indonesia selama 4 bulan. “Sehingga wajar, bahasa saya masih patah-patah. Tapi saya terus mencoba ngobrol dengan turis, guna melancarkan Bahasa Indonesia saya,’’ ungkap gadis ini.
Selain hasil industri besar, dukungan pemerintah dan peran aktif masyarakat juga terlihat dengan menggeliatnya sentra-sentra pasar yang menjual berbagai macam produk, mulai dari kelas mall besar hingga pasar rakyat. Seperti di Nanjing Road Shanghai hingga Yashow/Yaxiu Market di Beijing, yang merupakan sentra produk-produk murah dan amat terkenal dikalangan turis manca negara.


”Disini umumnya barang yang dijual umumnya tidak kena pajak, sehingga harganya bisa jauh lebih murah dari yang dijual di mall. Sehingga wajar saja, jika Yaxiu Market sangat terkenal pada turis manca negara. Tapi untuk mendapat harga murah itu, kembali kepada kepiawaian turis menawar,’’ ujar Fung-fung. Apa yang dikatakan Fung-fung memang cukup beralasan, jika melihat harga tawar hingga harga jadi produk di pasar ini. Misalkan untuk jaket aspal yang awalnya dihargai 780 Yuan, setelah tawar-menawar bisa turun menjadi 150-200 Yuan saja. (**)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar