Sabtu, 12 Maret 2011

Dari Forbidden City hingga Great Wall

Selama 28 Februari-4 Maret 2011 lalu, saya dan sejumlah wartawan Palembang mendapatkan kesempatan menyusuri sejumlah objek wisata terkenal di Kota Shanghai dan Beijung, Republik Rakyat China (RRC) atau yang dikenal juga dengan Tiongkok. Didampingi Kabid Humas KONI Sumsel, Riduan T dan Humas Pemprov Sumsel, Thontowi HE Permana, saya merasakan benar wisata yang sudah menjadi sebuah industri.
Dengan menumpang pesawat Garuda, saya dan rombongan tiba di tanah China, tepatnya bandara internasional Pudong, Shanghai. Suhu yang amat dingin, 1-7 derajat celcius seketika menerpa tubuh saya yang kebetulan hanya memakai jaket tipis. “Wajar dingin, karena disini baru saja berganti musim dari dingin ke semi,’’ ujar Johan, local guide Shanghai.


Keluar dari Pudong Airport, kondisi teratur dan disiplin langsung saya rasakan . “Disini warganya disiplin, baik berlalu lintas maupun menjaga kebersihan,’’ kata Johan. Usai makan siang, saya dan rombongan dibawa Johan ke Oriental Pearl TV Tower. Sebuah menara TV yang terletak di ujung Lujiazui di distrik Pudong, di tepi Sungai Huangpu.
Di menara dengan ketinggian 468 m, saya dapat menikmati keindahan Kota Shanghai yang dulu dikenal dengan kehidupan Gangsternya, dari atas ketinggian. Dari Oriental Pearl TV Tower, kami dibawa ke pinggiran Sungai Huangpu yang dijajari bangunan kuno. “Mirip foto di Eropa,” ujar salah seorang rekan.
Puas menikmati wisata di Shanghai, saya esoknya terbang ke Beijing. Dari bandara internasional Beijing, local guide, Fung-fung langsung membawa rombongan makan siang dan menapaki objek wisata terkenal di Beijing, yakni Forbidden City. Kami diminta bergegas, karena harus tiba di lokasi sebelum pukul 15.00 waktu setempat. Jika lewat tak boleh masuk lagi dalam beberapa hari ke depan, karena kebetulan di dekat lokasi akan digelar rapat parlemen.


Di Forbidden City, saya dibuat terperangah atas mahakarya bangsa Tiongkok tersebut. Terletak persis di tengah-tengah kota kuno Beijing, istana yang juga dikenal dengan Zijìn Chéng (Kota Terlarang Ungu), merupakan istana kerajaan selama periode Dinasti Ming dan Qing. Lokasi ini memiliki luas sekitar 720,000 m, 800 bangunan dan lebih dari 8.000 ruangan.
Walaupun tidak lagi ditempati oleh kalangan bangsawan, Kota Terlarang tetap merupakan simbol dari kekuasaan Tiongkok. Gambarnya sendiri muncul pada lambang negara. Lokasi istana kerajaan berada di utara dari lapangan Tiananmen dan dapat diakses dari lapangan tersebut melalui Gerbang Tiananmen. Lokasi tersebut dikelilingi oleh suatu wilayah luas yang disebut Kota Kerajaan.



Tiananmen juga merupakan ojek wisata terkenal. Soalnya di tempati pada 1989 silam, lebih dari 3000 orang tewas dalam sebuah rangkaian demonstrasi yang dipimpin mahasiswa terhadap ketidakstabilan ekonomi dan korupsi politik di China. Esoknya, kami dibawa Fung-fung menuju Yihe Yuan atau Istana Musim Panas. Istana yang terletak 15 km dari pusat kota Beijing itu, dibangun kali pertama pada zaman Dinasti Jin.
Pada awal pembuatannya, istana ini mempunyai nama Taman Qingyi. Dikembalikan ke fondasi awal yang merupakan karya arsitektur kebun klasik Tiongkok pada tahun 1886, setelah sebagian besar hancur karena perang di tahun 1860. Namanya kemudian diubah menjadi Yuan Ming Yuan dan terakhir menjadi Yihe Yuan oleh Ibusuri Cixi pada tahun 1881. Istana ini betul-betul cantik, karena kombinasi kekayaan alam, seperti bukit dan perairan dengan bangunan buatan manusia, seperti paviliun,balai, kuil, istana dan jembatan. Wajar saja, jika istana ini menjadi salah satu dari Situs Warisan Dunia UNESCO.



Puncak kunjungan ke objek wisata di Negeri Tirai Bambu yakni ke Tembok Raksasa Cina. Tembok raksasa sepanjang 6.400 km (dari kawasan Shanhai Pass di Timur hingga Lop Nur di Barat) dan tingginya 8 m, dibangun untuk mencegah serbuan bangsa Mongol dari Utara pada masa itu.
Konon untuk membuat tembok raksasa ini, diperlukan waktu ratusan tahun di zaman berbagai kaisar. Semula, diperkirakan Qin Shi-huang yang memulai pembangunan tembok itu, namun menurut penelitian dan catatan literatur sejarah, tembok itu telah dibuat sebelum Dinasti Qin berdiri, tepatnya dibangun pertama kali pada Zaman Negara-negara Berperang. Kaisar Qin Shi-huang meneruskan pembangunan dan pengokohan tembok yang telah dibangun sebelumnya.
Sepeninggal Qin Shi-huang, pembuatan tembok ini sempat terhenti dan baru dilanjutkan kembali di zaman Dinasti Sui, terakhir dilanjutkan lagi di zaman Dinasti Ming. Bentuk Tembok Raksasa yang sekarang kita lihat adalah hasil pembangunan dari zaman Ming tadi. Bagian dalam tembok berisi tanah yang bercampur dengan bata dan batu-batuan. Bagian atasnya dibuat jalan utama untuk pasukan berkuda Cina.
Di tembok inilah, saya kali pertama menyentuh salju yang masih nampak mengonggok di setiap sudut bangunan ini. Puas menikmati indahnya peninggalan sejarah Tiongkok, saya dan rombonganpun tenggelam dalam asyiknya berburu cinderamata. Sebagai kenang-kenangan, saya pun rela membayar 50 Yuan untuk berpose dengan pakaian khas bangsa China kuno. (**)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar