Senin, 17 Agustus 2009

Putihnya pasir Pantai Panjang Bengkulu



SALAH satu destinasi wisata di Kota Bengkulu adalah Pantai Panjang. Pantai dengan pasir putih yang hanya berjarak 3 km dari pusat Kota Bengkulu, layak dijadikan wisata andalan. Bagaimana tidak, jika ke Bengkulu tidak menikmati deburan ombak dan matahari terbenam di Pantai Panjang, serasa tak menapaki Bumi Raflesia secara sempurna.
Kunjungan saya ke Pantai Panjang kali ini, merupakan kunjungan kedua setelah pada 1997 silam. Saat itu Pantai Panjang yang terbentang sejauh 7 kilometer dan lebar 500-an meter dengan pantai yang landai, masih belum banyak tersentuh penataan. Semuanya dibiarkan “alami” dan apa adanya. Kalaupun ada bangunan wisata, hanya sekedarnya.
Pemandangan berbeda saya rasakan saat kembali menapaki pasir putih Pantai Panjang. Soalnya, kini suasana sudah amat berubah. Pantai Panjang benar-benar menjadi objek wisata andalan Bengkulu. Setiap sudut di pantai ini ditata guna menciptakan rasa nyaman bagi para pengunjung.



Tidak itu saja, untuk mencari tempat bermalam di sini juga sangat mudah. Karena di sepanjang pantai, kini berdiri sejumlah hotel berbintang dan cottage dengan fasilitas luks. Tidak itu saja, kini juga ada pusat hiburan malam, restoran, kolam renang dan tempat bermain anak-anak.
Sehingga wisatawan kini dapat menikmati nuansa alam Pantai Panjang dengan santai. Tinggal buka pintu hotel, pantai sudah ada di seberang jalan. Bahkan saat membuka tirai hotel, putihnya debur ombak sudah terlihat jelas.
Selain kemudahan mencari penginapan, wisatawan juga disuguhi berbagai atraksi menarik di Pantai Panjang. Mulai dari jetsky hingga banana boat. Pokoknya adrenaline wisatawan akan dipacu dengan atraksi-atraksi tersebut. Tapi bagi yang hanya ingin menikmati semilir angin pantai jangan khawatir, karena berbagai sarana juga tersedia.
Mau dengan naik delman atau jalan kaki. Pokoknya asyiknya tak terkira. Belum lagi atraksi gajah-gajah lucu yang siap membawa kita menyusuri kawasan pantai. Walau sudah ditata disana-sini, kesan alami Pantai Panjang masih terus dipertahankan. Apalagi deretan Pohon Cemara dan Pinus yang layaknya menjadi pagar penjaga pantai masih terawat dengan baik.



Menurut Ali, warga Bengkulu, Pantai Panjang kini menjadi tujuan wisata utama warga Bengkulu, bahkan dari provinsi tetangga, seperti Sumsel misalnya. “Setiap hari libur, banyak orang yang sengaja datang untuk menikmati suasana alami Pantai Panjang. Puncaknya sore hari, saat matahari terbenam. Banyak yang datang dengan keluarga, menggelar tikar, dan makan-makan bersama,’’ ujarnya.
Hanya saja, Ali masih menyayangkan penerangan di kawasan Pantai Panjang yang masih minim. “Kalau sudah malam, kawasan ini gelap gulita. Cahaya hanya datang dari deretan hotel itu saja. Sangat bagus jika penerangan di kawasan ini diperbanyak, sehingga pada malam haripun Nampak tetap cantik,’’ harapnya seraya menambahkan selain Pantai Panjang, di Bengkulu juga ada pantai lain yang menjadi objek wisata yakni Pantai Tapak Paderi dan Jakat. (**)

Fort Marlborough, warisan kolonial Inggris


JIKA berkunjung ke Bengkulu, serasa tak lengkap jika tidak menyambangi benteng peninggalan Inggris terbesar di Indonesia, Fort Marlborough. Benteng ini merupakan salah satu warisan masa kolonial Inggris di Bumi Indonesia yang masih bertahan hingga kini.
Benteng yang dibangun selama 6 tahun (1713-1719) pada masa Gubernur Joseph Callet berkuasa di Bengkulu, berdiri kokoh di atas dataran seluas 44.100,5 meter2, panjang 240,5 m dan lebar 170,5 m, dengan ketinggian lebih kurang 8,5 meter. Benteng ini menghadap tepi laut, tepatnya Pantai Tapak Paderi.
Sangat gampang menuju benteng ini, karena masih di dalam Kota Bengkulu. Hanya dengan membayar Rp 2500 perorang, kita sudah dapat menjelajahi masa kejayaan perdagangan Inggris di Bengkulu. Karena selain aktifitas militer, benteng ini dulu juga dijadikan tempat koordinasi kelancaran suplai lada perusahaan dagang Inggris, East Indian Company (EIC), dan pusat pengawasan bagi jalur pelayaran dagang yang melewati Selat Sunda.



Benteng Marlborough berbentuk kura-kura dengan kepala ke barat daya. Pintu masuk benteng mengarah ke barat, yaitu sisi mata kanan kura-kura dengan pintu masuk dan jembatan yang menghubungkan jalan masuk dengan bagian luar.
Pada bagian kepala dan badan dihubungkan dengan jembatan yang membentuk bagian leher. Pada bagian belakang benteng terdapat pintu masuk dari belakang dan sebuah jembatan di atas parit yang membentuk bagian ekor. Pada masanya, ketiga jembatan itu dapat diangkat dan diturunkan. Disekeliling benteng dari batas terluar dinding masih terdapat batas-batas asli berupa parit-parit.
Saat kita memasuki Fort Marlborough, kita disambut 4 buah nisan, yang dua diantaranya merupakan peninggalan masa Benteng York (benteng yang dibangun Inggris sebelum Benteng Marlborough). Pada nisan-nisan tersebut tertera nama George Shaw (1704), Richard Watts Esq (1705), Capt. James Coney (1737), dan Henry Stirling (1774).
Tak jauh dari nisan tersebut, kita disambut 3 buah makam. Menurut informasi, ketiga malam itu makam Thomas Parr, Charles Muray dan satu makam tak dikenal. Konon dulunya, Fort Marlborough juga menjadi tempat tinggal petinggi militer Inggris dan pegawai EIC.



Konon pada 1792 di benteng itu berdiam lebih dari 90 pegawai sipil dan militer. Sehingga bisa dikatakan, Fort Marlborough kala itu ibarat sebuah kota dalam benteng. Ini diperkuat dengan catatan-catatan perkawinan, pembaptisan, dan kematian, yang masih tersimpan rapi di dalam benteng ini.
Setiap bangunan di benteng ini mempunyai ruangan-ruangan yang berfungsi sebagai tempat tahanan, gudang persenjataan, perlengkapan dan kantor. Pada tiap kaki kura-kura (bastion) terdapat beberapa pucuk meriam, baik berukuran besar maupun berukuran kecil.
Pada bagian bawah bangunan kaki kura-kura bagian utara, terdapat terowongan yang berukuran panjang 6 m dan lebar 2 meter. Dalam bangunan terdapat lubang perlindungan yang dipergunakan sebagai jalan keluar dari kepungan musuh. Bagian tengah benteng terbuka tanpa atap, sedang lantainya terbuat dari ubin, batu kali atau karang sedang atap terbuat dari genteng.
Pintu gerbang dan pintu-pintu ruangan lainnya terbuat dari kayu yang diberi penguat berupa pasak-pasak besi. Sedangkan ruang tahanan menggunakan terali besi. Menurut sejarah, di salah satu ruangan ini, pernah ditahan Bung Karno. Namun disayangkan, kenikmatan mengenang masa lalu di benteng yang sangat bersejarah ini agak berkurang, karena bau pesing di sejumlah ruangan dalam benteng. (**)