Senin, 30 Juli 2007

Madinah, kota seribu cahaya



Lepas Isya, (6/7), saya dan 9 rekan wartawan media cetak dan elektronik Palembang yang mengunjungi jazirah Arab pada 5-12 Juli lalu, tiba di Madinah dan langsung menuju Hotel Dar Es Salam, hotel lumayan megah yang hanya berjarak sekitar 500 meter dari Masjid Nabawi. Suasana Kota Madinah benar-benar membuat kami takjub, karena mirip Singapura. Hilang semua bayangan kota kumuh di padang pasir, terhapus pemandangan hotel megah yang mengelilingi Masjid Nabawi.
Masjid Nabawi sangat cantik di malam hari, karena nampak bermandikan cahaya lampu. Belum lagi marmer putih yang menutupi seluruh halaman luasnya. Apalagi kubahnya yang berwarna hijau, semakin membuat kami berdecak kagum.
Di masjid ini kami memperbanyak ibadah dan berziarah ke makam Rasulullah serta sahabat di Raudha. Tak lupa kami menikmati air zam-zam gratis sepuasnya, dari termos-termos besar yang ada di dalam Masjid Nabawi.
Berada di Madinah serasa kurang jika tidak mengunjungi sejumlah situs Islam. Dipandu Ustadz Muhsin, kami mengunjungi berbagai situs Islam, dimulai dari Masjid Quba, masjid yang dibuat pertama kali Nabi Muhammad saat hijrah dari Mekkah ke Madinah. Setelah sholat sunat 2 rekaat di Masjid Quba, kami menuju Jabal Uhud.
Konon gunung yang dipuncaknya ada istana Raja Arab itu adalah satu-satunya gunung yang bakal masuk surga. Pasalnya, menurut Ustadz Mushin, Jabal Uhud yang berwarna merah ini mempunyai arti penting bagi Nabi Muhammad. Karena di medan
perang Uhud inilah, gugur paman tercinta Nabi Muhammad yakni Hamzah bin Abdul Muthalib alias “Singa Allah”. Uniknya, Jabal Uhud yang berwarna merah Nampak tak menyatu dengan gunung lain yang ada di dekatnya.



Tak jauh dari Jabal Uhud berdiri Bukit Pemanah. Kenapa disebut Bukit Pemanah? Karena ditempat ini dalam perang Uhud, pasukan pemanah muslim tergiur harta yang ditinggalkan pasukan kafir Kuraisy hingga turun bukit. Akibatnya pasukan muslim terpecah, hingga kalah dalam perang Uhud. Tour dilanjutkan ke Masjid Qiblatain. Di masjid ini Nabi Muhammad mendapat perintah Allah memindahkan kiblat 180 derajat dari Baitul Maqdis di Yarusalem ke Masjidil Haram di Mekkah Al Mukaromah.
Kami meneruskan kunjungan ke medan perang Khandaq. Di tempat ini dulu ada 7 masjid yang disatukan parit (khandaq) menjadi basis pertahanan Nabi Muhammad dan sahabat dalam perang Khandag. Masjid tersebut diantaranya Masjid Al Fattah, Salman Al Farisi, Syaidina Umar, Syaidina Usman, Syaidina Ali, dan Masjid Fatimah.
Tapi kini hanya tinggal beberapa masjid yang ada, karena sebagian sudah diratakan untuk pelebaran jalan. Dalam pertempuran yang berlangsung 3 hari 3 malam itu, 5 ribu kaum muslimin mampu mengalahkan 10 ribu kaum kafir Kuraisy. City tour Madinah ditutup dengan kunjungan ke perkebunan kurma.
Di Medinah kami berbelanja souvenir yang dijual di sekitar Hotel Dar Es Salam. Namun karena harganya agak mahal dan kurang beragam, kami hanya membeli sedikit dan baru akan berbelanja habis-habisan di Mekkah, yang katanya lebih beragam dan miring harganya.
Satu kebiasaan buruk pedagang Madinah, yakni tangan mereka yang agak “nakal”. Mungkin ada baiknya wisatawan wanita tak belanja sendirian, paling tidak dikawal teman jika tidak ada suami atau saudara. Namun pada umumnya, pedagang Madinah ramah-ramah kepada pembeli. (**)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar