Minggu, 29 Juli 2007
Menapaki jejak sejarah di tanah Mekkah
Minggu, 8 Juli, kami meninggalkan Madinah menuju Mekkah. Dengan berpakaian ihram, kami menuju Bir Ali untuk mengambil miqat (niat umrah) dan shalat sunat 2 rekaat. Jelang dini hari, kami tiba di Mekkah dan disambut Ustadz Hadi, pembimbing umrah dari Biro Perjalanan Attarimi. Usai makam malam di Hotel Dar Bilal yang jaraknya hanya 250 meter dari Masjidil Haram, kami melakukan ibadah umrah di masjid yang buka 24 jam tersebut.
Setelah melaksanakan rukun umrah, yakni tawaf (keliling Ka’bah), sholat sunat tawaf 2 rekaat, sai’ (berlari kecil) antara Bukit Safa dan Marwah, serta diakhiri tahalul (mencukur rambut minimal 3 helai), sekitar pukul 03.00 dinihari kami pun pulang ke hotel untuk beristirahat.
Hari-hari selanjutnya diisi memperbanyak ibadah di Masjidil Haram, dan melaksanakan umrah sunah dengan mengambil miqat di Tan’im dan Ja’ronah. Selain ibadah, acara juga diselingi berbelanja oleh-oleh di Pasar Seng. Disebut Pasar Seng karena pasar yang mirip Pasar 16 Ilir di Palembang itu dulu dipagari dengan seng. Pasar ini amat dekat dengan Masjidil Haram. Beragam barang yang harganya miring, seperti songkok, gamis, surban, tasbih hingga kurma Ajwa (nabi) dan kacang Arab, bisa didapat di pasar ini.
Bahkan ada toko yang menghargai semua jenis dagangannya SR 2 (SR 1 sama dengan Rp 2600). Soal bahasa jangan khawatir, karena hampir seluruh pedagang bisa berbahasa Indonesia, walau belepotan. Berbeda dengan dengan Madinah, pedagang di Mekkah agak kurang ramah kepada pembeli. Mereka ketus jika dagangannya ditawar, apalagi sampai tidak jadi membeli.
Suasana Kota Mekkah agak lebih semrawut dan jorok bila dibanding Madinah yang tertata rapi. Lalu lintas kacau balau, pedagang kaki lima yang didominasi wanita berkulit hitam seenaknya berdagang di jalan. Tak ubahnya di Palembang, aksi langkah seribu PKL Arab saatmelihat polisi pun kerap dijumpai di Mekkah. “Mungkin sifat Jahiliyah dulu masih tersisa pada diri mereka,’’ ujar ustadz Hadi. Seperti di Madinah, kami di Mekah juga melakukan city tour. Dipandu Awad, warga Indonesia keturunan Arab, kami menuju Jabal Sur, tempat Nabi Muhammad dan Abubakar bersembunyi dan diselamatkan burung dara serta laba-laba dari kejaran kafir Kuraisy. Di tempat ini banyak pedagang menjual cinderamata khas Mekkah, namun made in China.
Tour dilanjutkan ke Padang Arafah. Arafah tidak lagi padang pasir, karena sudah dilapisi conblock. Di Arafah kami melihat banyak mahtab (tenda penginapan haji) tahan api. Mahtap tahan api itu dibuat Kerajaan Saudi Arabia, pasca kebakaran besar pada 1997. Menurut Awad, rencana beberapa tahun ke depan Saudi Arabia akan mengganti mahtab tenda dengan hotel.
“Setiap tahun jumlah jemaah haji selalu bertambah. Tapi uniknya, padang Arafah selalu mampu menampung jemaah haji yang jumlahnya berlipat-lipat. Allah Maha Besar.!!,’’ ujar Awad. Masih di kawasan Arafah, tampak Jabal Rohmah, bukit cadas yang diyakini mustajab untuk berdoa meminta jodoh. Konon dahulu Jabal Rohmah adalah tempat bertemunya Adam dan Hawa, setelah dipisahkan Allah SWT dari surga.
Di puncak Jabal Rohmah ada semacam monumen, yang dindingnya penuh tulisan nama. Kami membaca banyak nama-nama Indonesia di monumen itu. Mungkin karena dinilai bisa merusak kerapian dan nilai Jabal Rohmah, maka Kerajaan Saudi Arabia secara rutin mengecat monumen itu hingga bersih. Namun, monumen itu akan kembali penuh dengan goresan nama.
Turun dari Jabal Rohmah, kami mencoba naik unta dan motor khusus padang pasir. Sewanya beragam, mulai dari SR 5 hingga SR 10. Puas menikmati suasana Jabal Rohmah dan Padang Arafah, kami menuju ke terowongan Mina.
Di terowongan inilah beberapa tahun lalu, ratusan jemaah haji asal Indonesia mati syahid terinjak-injak. Kala itu terowongan Mina masih satu jalur. Karena peristiwa itulah Kerajaan Saudi Arabia membuat terowongan baru, sehingga keluar masuk jemaah haji dapat melalui 2 jalur.
Diakhir city tour di Mekkah, kami sempat melintas di Bukit Hira, tempat Goa Hira berada. Goa dimana Nabi Muhammad SAW menerima wahyu Allah pertama kali itu berjarak 6 km dari Mekkah. Karena Goa Hira ada dibalik Bukit Hira, maka tidak bisa dilihat dari kejauhan. Menurut Awad, orang yang hendak ke Goa Hira, harus menyediakan waktu paling tidak 3 hari.
Esoknya, kami meninggalkan Mekkah menuju Jeddah untuk pulang ke Tanah Air. Perjalanan memakan waktu 1 jam lebih. Di kota pantai ini, kami mengunjungi pusat perbelanjaan yang menjadi idola orang Indonesia, karena harganya lumayan miring. Parfum merek terkenal di Indonesia yang harganya Rp 800 ribu, di Jeddah bisa didapat dengan Rp 240 ribu saja.
Puas menghabiskan Real yang tersisa, kami mampir ke Laut Merah yang terkenal dengan kisah Nabi Musa membelah laut saat memimpin Bani Israil hijrah menghindari kejaran Firaun.
Selain pantai yang berpasir bersih, Laut Merah juga terkenal dengan masjid terapungnya. Masjid itu dibangun persis di bibir pantai, dengan tiang-tiang pancang yang menghujam ke dasar pantai. Jika air laut pasang, maka masjid itu seperti terapung. Sayang karena laut lagi surut, masjid itu tak Nampak terapung. Kecantikan Jeddah dan Laut Merah justru terlihat di malam hari karena mandi cahaya lampu. Kami
sempat pula menikmati bangunan-bangunan megah di seputaran Kota Jeddah.
Mulai Istana Raja Fadh hingga komplek Kedutaan Besar Amerika Serikat yang dibangun di bawah tanah. Menurut Awad, AS membangun Kedubesnya beberapa tingkat ke bawah tanah dan membiarkan bagian atasnya sebagai tanah lapang karena faktor keamanan. Karena faktor itulah, jalan bagian depan Kedubes AS pun dibagi 2, dan dipasangi kawat berduri. Mungkin takut serangan teroris. Puas berkeliling Jeddah, kami menuju Bandara King Abdul Aziz.
Sekitar pukul 16.30 waktu Jeddah, kami bertolak ke Sana’a dengan Yemenia dan transit selama beberapa jam di kota itu. Setelah terbang via Dubai selama 2,5 jam, kami melanjutkan perjalanan nonstop ke Jakarta selama 8,5 jam. Tepat pukul 13.30
WIB, kami mendarat di Tanah Air. Di hati selain kenangan wisata rohani yang takmungkin dilupakan, juga keinginan untuk kembali ke tanah para nabi suatu saat nanti. (**)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar