Senin, 17 Agustus 2009

Fort Marlborough, warisan kolonial Inggris


JIKA berkunjung ke Bengkulu, serasa tak lengkap jika tidak menyambangi benteng peninggalan Inggris terbesar di Indonesia, Fort Marlborough. Benteng ini merupakan salah satu warisan masa kolonial Inggris di Bumi Indonesia yang masih bertahan hingga kini.
Benteng yang dibangun selama 6 tahun (1713-1719) pada masa Gubernur Joseph Callet berkuasa di Bengkulu, berdiri kokoh di atas dataran seluas 44.100,5 meter2, panjang 240,5 m dan lebar 170,5 m, dengan ketinggian lebih kurang 8,5 meter. Benteng ini menghadap tepi laut, tepatnya Pantai Tapak Paderi.
Sangat gampang menuju benteng ini, karena masih di dalam Kota Bengkulu. Hanya dengan membayar Rp 2500 perorang, kita sudah dapat menjelajahi masa kejayaan perdagangan Inggris di Bengkulu. Karena selain aktifitas militer, benteng ini dulu juga dijadikan tempat koordinasi kelancaran suplai lada perusahaan dagang Inggris, East Indian Company (EIC), dan pusat pengawasan bagi jalur pelayaran dagang yang melewati Selat Sunda.



Benteng Marlborough berbentuk kura-kura dengan kepala ke barat daya. Pintu masuk benteng mengarah ke barat, yaitu sisi mata kanan kura-kura dengan pintu masuk dan jembatan yang menghubungkan jalan masuk dengan bagian luar.
Pada bagian kepala dan badan dihubungkan dengan jembatan yang membentuk bagian leher. Pada bagian belakang benteng terdapat pintu masuk dari belakang dan sebuah jembatan di atas parit yang membentuk bagian ekor. Pada masanya, ketiga jembatan itu dapat diangkat dan diturunkan. Disekeliling benteng dari batas terluar dinding masih terdapat batas-batas asli berupa parit-parit.
Saat kita memasuki Fort Marlborough, kita disambut 4 buah nisan, yang dua diantaranya merupakan peninggalan masa Benteng York (benteng yang dibangun Inggris sebelum Benteng Marlborough). Pada nisan-nisan tersebut tertera nama George Shaw (1704), Richard Watts Esq (1705), Capt. James Coney (1737), dan Henry Stirling (1774).
Tak jauh dari nisan tersebut, kita disambut 3 buah makam. Menurut informasi, ketiga malam itu makam Thomas Parr, Charles Muray dan satu makam tak dikenal. Konon dulunya, Fort Marlborough juga menjadi tempat tinggal petinggi militer Inggris dan pegawai EIC.



Konon pada 1792 di benteng itu berdiam lebih dari 90 pegawai sipil dan militer. Sehingga bisa dikatakan, Fort Marlborough kala itu ibarat sebuah kota dalam benteng. Ini diperkuat dengan catatan-catatan perkawinan, pembaptisan, dan kematian, yang masih tersimpan rapi di dalam benteng ini.
Setiap bangunan di benteng ini mempunyai ruangan-ruangan yang berfungsi sebagai tempat tahanan, gudang persenjataan, perlengkapan dan kantor. Pada tiap kaki kura-kura (bastion) terdapat beberapa pucuk meriam, baik berukuran besar maupun berukuran kecil.
Pada bagian bawah bangunan kaki kura-kura bagian utara, terdapat terowongan yang berukuran panjang 6 m dan lebar 2 meter. Dalam bangunan terdapat lubang perlindungan yang dipergunakan sebagai jalan keluar dari kepungan musuh. Bagian tengah benteng terbuka tanpa atap, sedang lantainya terbuat dari ubin, batu kali atau karang sedang atap terbuat dari genteng.
Pintu gerbang dan pintu-pintu ruangan lainnya terbuat dari kayu yang diberi penguat berupa pasak-pasak besi. Sedangkan ruang tahanan menggunakan terali besi. Menurut sejarah, di salah satu ruangan ini, pernah ditahan Bung Karno. Namun disayangkan, kenikmatan mengenang masa lalu di benteng yang sangat bersejarah ini agak berkurang, karena bau pesing di sejumlah ruangan dalam benteng. (**)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar